Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LAPORAN PRAKTIKUM DEFOLIASI MANAJEMEN PASTURA

 LAPORAN PRAKTIKUM DEFOLIASI MANAJEMEN PASTURA FAKULTAS PETERNAKAN.



TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu teknik budidaya yang dapat dilakukan untuk memperbanyak cabang, agar diperoleh bahan untuk stek dalam jumlah yang maksimal adalah defoliasi. Defoliasi adalah pemangkasan ujung batang (Hopskins, 1995). Pada perlakuan defoliasi, sintesis auksin ditiadakan, sehingga tidak terjadi transport auksin kebawah, sehingga konsentrasi auksin di ketiak daun semakin rendah. Turunnya auksin di ketiak daun akan memacu pembentukan hormon sitokinin (Taiz dan Zeiger, 1998).

Defoliasi dapat bersifat produktif atau destruktif. Terdapat beberapa bagian dimana tanaman dapat tumbuh (akar, daun, kulmus, rhizoma, stolon, dan crown), tetapi pertumbuhan kembali daun paling penting bagi pertumbuhan kembali yang efisien setelah defoliasi. Agar pertumbuhan kembali setelah defoliasi optimal, maka harus terdapat pembelahan dan ekspansi sel pada sistem – sistem meristem tanaman. Pertumbuhan kembali setelah defoliasi tergantung kepada sistem – sistem meristem yang produktif (Soetrisno, 2008).

Pemotongan rumput dilakukan bila rumput sudah setinggi 1 sampai 1,5 m. Apabila lebih tinggi atau lebih tua, proporsi batang sedemikian besarnya, sehingga kadar serat kasarnya menjadi tinggi dan nilai makanan ternak turun. Pemotongan rumput disisakan 10 sampai 15 cm dengan interval pemotongan 6 sampai 8 minggu (paling baik 6 minggu) (Reksohadiprojo, 1994).

Rumput gajah merupakan rumput jenis unggul yang mampu tumbuh dan berproduksi baik sepanjang tahun di daerah tropis. Rumput gajah merupakan rumput jenis unggul. Keunggulan – keunggulan rumput gajah antara lain pertumbuhannya cepat, memiliki tunas yang banyak, daun lebih luas, produksinya lebih tinggi, dan memiliki batang yang kadar seratnya lebih rendah, sehingga dapat dipotong pada tingkat pertumbuhan yang lebih akhir. Rumput ini juga memiliki perakaran yang kuat, sehingga dapat berfungsi sebagai penahan erosi ditanah-tanah yang miring dan perbukitan (Reksohadiprodjo, 1994).

Tujuan defoliasi adalah untuk mengetahui waktu pemotongan yang tepat dilihat dari produksi dan produktivitas tanaman. Pada umumnya, semakin tua hijauan waktu dipotong, maka kadar serat kasar akan meningkat dan kadar protein akan menurun karena semakin meningkatnya senyawa-senyawa bukan protein sebaliknya bertambahnya umur, produksi semakin meningkat pada akhirnya menyebabkan kandungan dan produksi protein semakin lambat suatu tanaman dipotong, kandungan serat kasarnya semakin meningkat dan nilai gizinya semakin menurun. Sebaliknya semakin panjang interval defoliasi, semakin rendah kadar protein sedangkan kadar seratnya semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu diatur jarak antara pemotongan pertama dan kedua dan selanjutnya, jarak defoliasi pada musim penghujan sebaiknya 40 hari sekali dan musim kemarau 60 hari (Purbiati, 2001).

MATERI DAN METODE

Materi

  • Alat. Alat-alat yang digunakan pada praktikum defoliasi adalah sabit, rafia, dan meteran.
  • Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum defoliasi adalah gajah (Penisetum purpureum).

Metode

Pengukuran produksi lahan dilakukan dengan cara membuat ubinan dengan rafia yang berukuran 1 x 1 m2, kemudian hijauan dipotong menggunakan sabit dengan tiga ruas dipotong dari atas tanah. Hasil defoliasi diamati pertumbuhannya selama 21 hari dan dicatat dilembar pengamatan setiap harinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasakan praktikum yang telah dilakukan, rumput yang diamati pertumbuhannya adalah rumput gajah (Penisetum purpureum). Perubahan yang diamati pada saat praktikum adalah pertambahan jumlah tunas dan pertambahan tinggi tunas. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengamatan defoliasi rumput gajah (Penisetum purpureum) sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Defoliasi Rumput Gajah (Penisetum purpureum)

Hari Ke- Jumlah Tunas Panjang Tunas Terpanjang (cm)
1
2
3
4
5
6 3 7
7 3 13
8 4 18
9 4 20
10 4 25
11 6 27
12 6 30
13 6 32
14 6 32
15 7 37
16 8 40
17 10 45
18 10 47
19 14 54
20 14 56
21 15 59

Hasil pengamatan selama praktikum menunjukan bahwa rumput gajah yang diamati terus tumbuh dan berkembang setiap harinya yang terlihat dari jumlah tunas dan tinggi yang terus bertambah setiap pengamatan. Berdasarkan data diatas pertumbuahan dimulai pada hari ke-6 dengan panjang tunas 7 cm. Pertumbuhan tunas terbanyak terjadi pada hari ke-17 sampai ke-21 dengan pertambahan tunas sebanyak 5 tunas, sedangkan kecepatan tumbuh tercepat terjadi pada hari ke-16 menuju hari ke-17 dengan pertumbuhan panjang tunas mencapai 5 cm. Menuju hari ke-11 pertumbuhan jumlah tunas dan kecepatan pertumbuhan tunas mulai menurun dan pertumbuhan akan mencapai fase stasioner. Hal ini disebabkan oleh rumput gajah yang merupakan rumput jenis unggul yang mampu tumbuh dan berproduksi baik sepanjang tahun di daerah tropis. Rumput gajah merupakan rumput jenis unggul. Keunggulan-keunggulan rumput gajah antara lain pertumbuhannya cepat, memiliki tunas yang banyak, daun lebih luas, produksinya lebih tinggi, dan memiliki batang yang kadar seratnya lebih rendah, sehingga dapat dipotong pada tingkat pertumbuhan yang lebih akhir. Menurut Reksohadiprodjo (1994), rumput ini juga memiliki perakaran yang kuat sehingga dapat berfungsi sebagai penahan erosi ditanah-tanah yang miring dan perbukitan.

Pertumbuhan kembali (regrowth) pada rumput merupakan hasil dari kegiatan metabolisme tanaman (fotosintesis dan respirasi) setelah mengalami defoliasi dan akan mempengaruhi produktivitas tanaman. Menurut Polakitan dan Kairupan (2011), rumput gajah yang didefoliasi mengalami pertumbuhan kembali (regrowth) pada umur 40 hari dengan tinggi tanaman 111,68 cm dengan jumlah tunas sebanyak 221. Berdasarkan literatur jika dibandingkan dengan hasil praktikum terdapat perbedaan yang cukup signifikan terhadap tinggi tanaman dan jumlah tunas, meskipun dalam praktikum hanya dilakukan pengamatan selama 21 hari. Menurut Mulatsih (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali adalah adanya persediaan bahan makanan berupa karbohirat dalam akar yang ditinggalkan setelah pemotongan, kesuburan tanah, iklim, penerimaan cahaya, interval pemotongan serta tinggi pemotongan.

Menurut Taiz dan Zeiger (1998), defoliasi tanaman dipengaruhi oleh keberadaan hormon auksin dan sitokinin, sehingga prinsip dari defoliasi adalah pengaturan keseimbangan hormon auksin dan sitokinin pada ketiak daun di bawah ujung batang. Sintesis auksin terjadi pada bagian tanaman yang sedang mengalami pertumbuhan atau pada bagian meristematis, terutama di ujung batang. Auksin yang di sintesis pada ujung batang ini akan di transport secara basipetal ke bagian batang yang lebih bawah. Hal ini menyebabkan terakumulasinya auksin pada ketiak daun bawahnya yang berakibat inisiasi pembentukan tunas lateral pada ketiak daun terhambat atau terjadi domiasi tunas lateral. Inisiasi menyebabkan pembentukan tunas lateral mensyaratkan konsentrasi auksin yang lebih rendah dibandingkan konsetrasi auksin optimal untuk pertumbuhan memanjang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hasil defoliasi tanaman rumput gajah mencapai tinggi 62,8 cm dengan jumlah tunas 28 pada pengamatan terakhir. Defoliasi tanaman dipengaruhi oleh keberadaan hormon auksin dan sitokinin. Keunggulan rumput gajah antara lain pertumbuhannya cepat, jumlah tunas banyak, daun lebih luas, produksinya lebih tinggi, dan memiliki batang yang kadar seratnya lebih rendah, sehingga dapat dipotong pada tingkat pertumbuhan yang lebih akhir. Rumput ini juga memiliki perakaran yang kuat, sehingga dapat berfungsi sebagai penahan erosi.

DAFTAR PUSTAKA

Hopskins, W. G. 1995. Introduction to Plant Physiology. John Willey and Sons Inc, Singapore.

Mulatsih, R. T. 2010. Jurnal Pertumbuhan Kembali Rumput Gajah dengan Interval Defoliasi dan Dosis Pupuk Urea yang Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Polakitan, D dan Kairupan, A. 2011. Jurnal Pertumbuhan dan Produktivitas Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum purpureum cv. Mott) pada Umur Potong yang Berbeda. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara.

Purbiati, T., S. Yuniastuti, P. Santoso, dan E. Srihastuti. 2001. Pengaruh Pemangkasan dan Aplikasi Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Gravindo Persada Paklobutrasol Terhadap hasil Pendapatan Usaha Tani Mangga. Jurnal Hortikultura 11(4): 223-231.

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Edisi Revisi BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Soetrisno, D., B. Suhartanto, N. Umami, dan N. Suseno. 2008. Ilmu Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Taiz, L. and E. Zieger. 1998. Plant Physiology. Sinauer Associates Inc. Publisher. Sunderland. Massachuse.

Posting Komentar untuk "LAPORAN PRAKTIKUM DEFOLIASI MANAJEMEN PASTURA"